Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (HR Ibnu Majah:244)

Rabu, 04 Juni 2014

Fatwa Syaikh Albani tentang Pemilu

Dalam majalah Al Ashalah edisi ke-4 beliau ditanya:
السؤال : ما الحكم الشرعي في النصرة والتأييد المتعلقين بالمسألة المشار إليها سابقاً ( الانتخابات التشريعية )؟
الجواب : في الوقت الذي لا ننصح أحدا من أخواننا المسلمين أن يرشِّح نفسه ليكون نائبا في برلمان لا يحكم بما أنزل الله، وإن كان قد نص في دستوره (دين الدولة الإسلام) فإن هذا النص قد ثبت عمليا أنه وضع لتخدير أعضاء النواب الطيِّبي القلوب!! ذلك لأنه لا يستطيع أن يغيِّر شيئاً من مواد الدستور المخالفة للإسلام، كما ثبت عمليا في بعض البلاد التي في دستورها النص المذكور.
هذا إن لم يتورط مع الزمن أن يُقر بعض الأحكام المخالفة للإسلام بدعوى أن الوقت لم يحن بعدُ لتغييرها كما رأينا في بعض البلاد؛ يُغَيرِّ النائب زيّه الإسلامي، ويتزيّا بالزي الغربي مسايرة منه لسائر النواب! فدخل البرلمان ليُصْلِح غيره فأفسد نفسه، وأوَّل الغيث قطرٌ ثم ينهمر! لذلك فنحن لا ننصح أحدا أن يرشح نفسه .
ولكن لا أرى ما يمنع الشعب المسلم إذا كان في المرشَّحين من يعادي الإسلام وفيهم مرشَّحون إسلاميون من أحزاب مختلفة المناهج، فننصح ـ والحالة هذه ـ كل مسلم أن ينتخب من الإسلاميين فقط ومن هو أقرب إلى المنهج العلمي الصحيح الذي تقدم بيانه.
أقول هذا ـ وإن كنت أعتقد أن هذا الترشيح والانتخاب لا يحقق الهدف المنشود كما تقدم بيانه ـ من باب تقليل الشر، أو من باب دفع المفسدة الكبرى بالمفسدة الصغرى كما يقول الفقهاء
Soal:
Bagaimana hukum syar’i dalam hal memberikan pembelaan dan dukungan dalam masalah yang diisyaratkan barusan (yaitu mengenai Pemilu) ?
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menjawab:
Untuk saat ini saya tidak menasehatkan seorang pun dari saudara kita kaum Muslimin untuk mencalonkan dirinya untuk menjadi wakil rakyat di parlemen. Janganlah berhukum dengan selain hukum Allah. Walaupun dalam undang-undang disebutkan “negara berasaskan Islam”. Karena kata-kata ini para prakteknya hanya untuk membius para wakil rakyat yang masih baik hatinya. Saya katakan hal tersebut karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengubah apapun yang ada di dalam undang-undang yang menyelisihi syariat Islam. Sebagaimana realitanya di beberapa negara yang dalam undang-undangnya tertulis kata-kata tersebut (negara berasaskan Islam), ketika belum ada yang mempermasalahkan (penerapan syariat Islam), namun tetap saja ditetapkan sebagian hukum-hukum yang bertentangan dengan syariat Islam. Dengan alasan sekarang ini belum siap, kelak nanti akan diubah lagi. Hal ini kami saksikan di sebagian negara.
Si wakil rakyat tersebut mengubah kemasan Islam, ia lalu mengemasnya dengan kemasan ala barat demi mengharapkan simpati para wakil rakyat yang lain. Maka ia masuk ke parlemen awalnya ingin memperbaiki orang lain, namun dirinya malah menjadi rusak. Ibaratnya, hujan awalnya rintik-rintik, kemudian lama-lama menjadi deras. Oleh karena itu kami tidak menasehatkan siapa pun untuk mencalonkan dirinya.
Namun saya tidak melihat adanya halangan bagi masyarakat Muslim jika dalam pemilihan tersebut ada kandidat-kandidat yang menentang Islam dan ada pula kandidat-kandidat Islam yang berasal dari partai-partai dengan berbagai macam manhajnya, maka saya nasehatkan (jika memang demikian keadaannya) pada setiap Muslim untuk memilih para kandidat Muslim saja, dan memilih caleg yang lebih dekat kepada manhaj ilmiah yang shahih yang telah saya jelaskan sebelumnya.
Saya berpendapat demikian, walaupun saya tetap berkeyakinan bahwa Pemilu itu tidak mungkin bisa benar-benar mewujudkan tujuan yang diinginkan sebagaimana sudah dijelaskan, namun ini dalam rangka memperkecil keburukan. Atau dalam rangka mencegah mafsadah yang besar dengan mafsadah yang kecil, sebagaimana dikatakan oleh para fuqaha. [selesai]
Syaikh Al Albani juga berkata dalam Silsilah Al Huda Wan Nur (600) :
كل من الانتخابات يدور حول قاعدة غير إسلامية ، بل هي قاعدة يهودية صهيونية : الغاية تبرر الوسيلة.
أنا أفصِّل بين أن يرشح المسلم نفسه في مجلس من مجالس البلديات , وبين أن يختار هو من يُظَن أن شره في ذلك المجلس أقل من غيره .
يجب التفريق -حتى في الانتخابات الكبرى- وأنا كتبت في هذا إلى جماعة الإنقاذ في الجزائر فقد أرسلوا إلي سؤالا عن الانتخابات ؛ فبينت لهم بشيء من التفصيل ما ذكرت آنفاً من أنّ هذه الانتخابات والبرلمانات ليست إسلامية، وأنني لا أنصح مسلماً أن يرشح نفسه ليكون نائبا في هذا البرلمان لأنه لا يستطيع أن يعمل شيئاً أبداً للإسلام ، بل سيجرفه التيار كما يقع في كل الحكومات القائمة اليوم في البلاد العربية.
ولكن مع ذلك قلت : إذا كان هناك مسلمون – وهذا موجود مع الأسف في كل بلاد الإسلام – يرشحون أنفسهم ليدخلوا البرلمان بزعم تقليل الشر ؛ فنحن لا نستطيع أن نصدهم عن ترشيح أنفسهم صداً لأننا لا نملك إلا النصح والبيان والبلاغ ؛ فإذا كان هو سيرشح نفسه للانتخابات الكبرى أو الصغرى -على حد تعبيرك- ؛ فيرشح مسلم نفسه نصراني أو شيوعي أو نحو ذلك .
فإذا ما أمكننا أن نصد المسلم من أن يرشح نفسه سواء للانتخاب الصغير أو الكبير فنحن نختاره , لماذا؟ .لأنّ هناك قاعدة إسلامية على أساسها نحن نقول ما قلنا : إذا وقع المسلم بين شرّين، اختار أقلهما شرّاً .
لا شك أن وجود رئيس بلدية مسلم هو بلا شك أقل شراً -ولا أقول خير- من وجود رئيس بلدية كافر أو ملحد.
لكن هذا الرئيس يحرق نفسه وهو لا يدري لأنه لما يرشح نفسه بدعوى أنه يريد أن يقلل الشر -وقد يفعل- ولكنه لا يدري بأنه يحترق من ناحية أخرى ؛ فيكون مثله كمثل العالم الذي لا يعمل بعلمه، وقد قال عليه الصلاة والسلام: [مثل العالم الذي لا يعمل بعلمه كمثل المصباح يحرق نفسه ويضيء غيره] .
لهذا نحن نفرق بين أن نَنتخِب وبين أن نُنتخَب ؛ لا نرشح أنفسنا لنُنتخَب لأننا سنحترق , أما من أبى إلا أن يحرق نفسه قليلا أو كثيراً ويرشح نفسه في هذه الانتخابات أو تلك ، فنحن من باب دفع الشر الأكبر بالشر الأصغر نختار هذا المسلم على ذاك الكافر أو على ذاك الملحد.
السائل : يا شيخنا أفهم من هذا الكلام أنه بالنسبة للبرلمان أو بالنسبة للانتخابات البلدية إذا ترشح مسلم فالتصويت عليه جائز .
الشيخ : نعم , لكن من باب دفع الشر الأكبر بالشر الأصغر، ليس لأنه خير
Segala bentuk Pemilu itu berjalan di atas kaidah-kaidah yang tidak Islami. Bahkan ia sejalan dengan kaidah-kaidah Yahudi dan Zionis, yaitu: al ghayah tubarriru al washilah (tujuan mesti dicapai dengan cara apapun).
Saya membedakan antara perkara seorang Muslim mencalonkan diri menjadi caleg di Dewan Rakyat dengan perkara memilih seorang caleg yang dipandang kejelekannya lebih kecil dibanding orang-orang lain di dalam Dewan Rakyat. Wajib membedakan dua hal ini, bahkan dalam pemilihan umum besar. Dan saya telah menuliskan surat kepada partai FIS di Aljazair, setelah mereka bertanya kepada saya sebuah pertanyaan tentang Pemilu. Dan saya jelaskan rincian masalahnya sebagaimana yang saya sebutkan barusan. Bahwasanya Pemilu dan parlemen itu tidak Islami. Dan bahwasanya saya tidak menasehatkan seorang Muslim pun untuk mencalonkan diri menjadi caleg di parlemen ini, karena ia tidak akan bisa melakukan apa pun untuk Islam di sana. Bahkan ia akan terbawa aliran, sebagaimana yang terjadi di pemerintahan yang ada sekarang di negara-negara Arab.
Walau demikian, saya katakan jika di dalam pemilihan tersebut ada caleg-caleg Muslim (yang sangat disayangkan hal ini terjadi di negeri-negeri Islam) yang mereka mencalonkan diri mereka dengan niatan ingin memperkecil keburukan, dan kita pun tidak bisa mencegah mereka untuk mencalonkan diri karena yang kita bisa hanya menasehati dan menyampaikan, sehingga ia pun akhirnya mencalonkan dirinya di pemilu besar atau pemilu kecil (atau apapun yang anda maksud), maka walhasil di sana ada caleg Muslim yang mencalonkan dirinya tadi, ada caleg Nasrani, ada caleg Syi’ah dan lainnya.
Jadi, jika memungkinkan kita hendaknya mencegah seorang Muslim untuk mencalonkan dirinya, baik di Pemilu besar maupun Pemilu kecil, jika kita tidak bisa mencegahnya, kita akan memilih dia. Mengapa demikian? Karena ada kaidah Islamiyah yang mendasarinya, sebagaimana yang telah kami jelaskan. Yaitu jika seorang Muslim dihadapkan pada dua keburukan, maka pilih yang keburukannya lebih kecil. Tidak ragu lagi adanya pemimpin Muslim itu lebih kecil keburukannya, namun saya tidak katakan itu kebaikan, dibanding adanya pemimpin yang kafir atau orang sesat.
Namun si pemimpin Muslim ini sejatinya sedang membakar dirinya sendiri tanpa sadar. Karena ia mencalonkan dirinya dengan alasan ingin memperkecil keburukan, dan ia memang mengusahakannya, namun ia tidak sadar bahwa di sisi lain dirinya sedang terbakar. Jadilah ia semisal orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مثل العالم الذي لا يعمل بعلمه كمثل المصباح يحرق نفسه ويضيء غيره
permisalan orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya semisal lampu yang membakar dirinya sendiri namun menerangi sekitarnya
Oleh karena itulah, saya membedakan antara mencalonkan diri dengan memilih. Jangan mencalonkan diri kita karena kita akan terbakar. Namun bagi yang enggan terhadap nasehat ini, ia lebih memilih membakar dirinya secara sedikit atau banyak, ia mencalonkan dirinya di dalam Pemilu, maka kita dalam rangka mencegah keburukan yang lebih besar dengan keburukan yang kecil hendaknya memilih orang tadi, dan tidak memilih orang kafir atau orang sesat”.
Penanya: “wahai Syaikh, saya pahami dari perkataan anda ini bahwa dalam masalah Pemilu atau parlemen ini, memilih caleg yang ada disana, hukumnya boleh?”
Syaikh menjawab: “ya benar, namun dalam rangka mencegah keburukan yang lebih besar dengan keburukan yang lebih kecil, bukan karena hal tersebut baik”.
Dinukil dari: http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=11441

Tidak ada komentar:

Posting Komentar